Geopolitik dan Contoh Kasus Geopolitik
Eninta Mey
Gunadarma University
Muhammad Naser
Indonesia memilki wilayah yang luas dan terdiri dari banyak pulau dan laut yang sangat indah. Secara geografi, Indonesia berada di tengah – tengah garis khatulistiwa dan membuat Indonesia kaya akan kesuburannya. Begitu pula dengan geopolitik yang mencakup sejarah, ilmu sosial dan analisi geografis dalam skala politik. Disini kita akan membahas mengenai pengertian geopolitik dan contoh kasus geopolitik yang terjadi di berbagai Negara.
Gunadarma University
Muhammad Naser
Indonesia memilki wilayah yang luas dan terdiri dari banyak pulau dan laut yang sangat indah. Secara geografi, Indonesia berada di tengah – tengah garis khatulistiwa dan membuat Indonesia kaya akan kesuburannya. Begitu pula dengan geopolitik yang mencakup sejarah, ilmu sosial dan analisi geografis dalam skala politik. Disini kita akan membahas mengenai pengertian geopolitik dan contoh kasus geopolitik yang terjadi di berbagai Negara.
A. Pengertian Geopolitik
Geopolitik,
dari bahasa Yunani Γη (bumi) dan Πολιτική (politik),
secara luas merujuk pada hubungan antara politik dan teritori dalam skala lokal atau internasional.
Geopolitik mencakup praktik analisis, prasyarat, perkiraan, dan pemakaian kekuatan politik terhadap suatu wilayah. Secara spesifik, geopolitik
merupakan metode analisis kebijakan luar negeri yang berupaya memahami, menjelaskan, dan memperkirakan
perilaku politik internasional dalam variabel geografi.
Variabel geografi tersebut
umumnya mengarah pada: lokasi geografis negara atau negara yang dipertanyakan,
ukuran negara yang terlibat, iklim wilayah tempat negara tersebut berada,
topografi wilayah, demografi, sumber daya alam, dan perkembangan teknologi. Secara tradisional, istilah ini lebih
digunakan pada dampak geografi terhadap politik, namun pemakaiannya telah
berubah dalam satu abad terakhir untuk mencakup konotasi yang lebih luas.
Geopolitik secara tradisional menunjukkan hubungan antara
kekuatan politik dan ruang geografis. Dalam artian konkret, geopolitik sering
dilihat sebagai pemikiran yang mempelajari prasyarat strategis berdasarkan
kepentingan relatif kekuatan daratan dan laut dalam sejarah dunia. Tradisi
geopolitik secara konsisten mempelajari korelasi kekuatan geopolitik dalam
politik dunia, identifikasi wilayah inti internasional, dan hubungan antara
kemampuan laut dan darat.
Secara akademik, studi geopolitik mencakup analisis geografi, sejarah, dan ilmu sosial dengan mengacu pada politik ruang dan pola-polanya dalam berbagai skala. Geopolitik
memiliki cakupan multidisipliner, dan meliputi segala aspek ilmu sosial dengan
penekanan tertentu terhadap geografi politik, hubungan internasional, aspek
teritorial ilmu politik, dan hukum internasional. Selain itu, studi geopolitik meliputi
studi hubungan bersama antara kepentingan aktor politik internasional,
kepentingan yang terfokus pada wilayah, ruang, elemen geografis, hubungan yang
menciptakan sistem geopolitik.
B. Peranan Geopolitik bagi suatu
negara
Berdasarkan penggolongan
negara, wilayah geografis merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah negara.
Hal ini juga erat kaitannya dengan peranan geopolitik itu sendiri, yaitu :
- Menentukan bentuk dan corak politik luar dan dalam
negeri.
- Membuat relasi kekuasaan negara berdasarkan potensi
alam dan kondisi geografis negara tersebut.
- Berusaha menghubungkan kebijaksanaan suatu pemerintahan
dengan situasi dan kondisi alam.
- Menggariskan berbagai pokok haluan negara, seperti
pembangunan nasional.
- Membenarkan berbagai tindakan ekspansi yang dijalankan
oleh suatu negara.
- Meningkatkan posisi dan kedudukan negara berdasarkan
teori negara sebagai organisme serta teori politik lainnya.
Contoh Geopolitik yang terjadi di Asia Selatan dan di Indonesia
Terkait dengan geopolitik di kawasan Asia Selatan sangat
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan besar di luar kawasan, seperti Inggris,
Rusia, Amerika Serikat, bahkan Cina. Inggris sendiri dulunya memegang peranan
penting dalam pembentukan konsep geopolitik India ketika India menjadi
jajahannya. Dalam perkembangannya Inggris mengalami dilema karena di satu sisi mengatur
sebagian besar hubungan regional antara kerajaan – kerajaan di India, namun di
sisi lain Inggris juga mengkhawatirkan hubungan India dengan dunia luar,
terutama Rusia dan Cina yang memiliki land power. Sebagaimana
teori Mackinder, Inggris yang hanya memiliki kekuatan sea power tentu
merasa mendapatkan ancaman dari Cina dan Rusia yang telah memiliki land
power terkait kekuasaanya di India. Namun konsep
geopolitik Mackinder di Asia Selatan kemudian diperbaiki oleh Cohen pada tahun
1963 yakni dengan mencoba mengkombinasikan konsep geostrategi wilayah yang
lebih tinggi dan konsep geostrategic yang lebih rendah. Dalam hal ini, Cohen
kemudian mengungkapkan bahwa Asia Selatan merupakan suatu kawasan yang unik
sebagaimana ia merupakan wilayah geopolitik independen yang termasuk dalam
klasifikasi konsep geostrategis wilayah milik Cohen.
Merujuk kembali pada pengaruh Inggris, paska berakhirnya Perang
Dunia II Inggris tidak lagi berkuasa di India. Sehingga, negara – Negara
seperti India dan Pakistan pun memulai usahanya untuk dapat mengembangkan
regionalisme di kawasan asia selatan dalam bidang pertahananan dan keamanan.
Namun kerjasama tersebut hanya bertahan sebentar hingag kemudian muncul konflik
Kasmir antar kedua negara tersebut. Konflik keduanya kemudian membuat kawasan
tersebut rentan akan kekuatan luar, terutama Amerika Serikat, Uni Soviet, dan
Cina. Maka selanjutnya, penulis akan memaparkan terutama secara lebih jauh lagi
bagaimana Asia Selatan membentuk pola hubungannya dengan dunia luar. Chapman
(2009) kemudian menyebutkan bahwa dalam konteks internasional, geopolitik Asia
Selatan dapat dilihat melalui dua perspektif, yakni perspektif induktif
sebagaimana yang diajukan oleh Mackinder dan Cohen di atas, yakni Asia Selatan
merupaka wilayah geopolitik yang independen dan ditempatkan secara strategis
sebagai salah satu rim-land yang berada di tengah Eurasian
heartland dan dari perspektif deduktif sebagaimana pola geopolitik
Asia Selatan dapat dianalisa melalui interconnected web, terutama the
Political Triangle sehingga bisa saja terdapat perubahan dalam konteks
internasional dari Asia Selatan sendiri (Chapman 2009, 314).
Selanjutnya, kepentingan geopolitik India yang utama adalah
mencegah hilangnya keuntungan geopolitik India terhadap wilayah Kashmir yang
saat ini sedang menjadi sengketa dengan Pakistan. Dalam beberapa peperangan
dengan Pakistan, India mampu mempertahankan India over Kashmir.
Sedangkan Kashmir sendiri sanat dirugikan pereknomiannya atas konflik yang
tejadi untuk merebutkan wilayah mereka. Beberapa representasi dari Kashmir
menyatakan bahwa masyarakat Kashmir ingin memiliki negara yang merdeka,
sedangkan representasi lain menyatakan bahwa Kashmir ingin berintegrasi dengan
Pakistan. Hal ini lagi-lagi kemudian menimbulkan konfrontasi di Kashmir.
Terkait hal tersebut, Amerika pun kemudian turut campur dalam usaha
mempersatukan atau membuat India dan Pakistan lebih bersahabat. Alasan utamanya
sebagaimana diungkapkan oleh Chapman (2009, 301) bahwa pertemanan keduanya
dapat mengurangi anggaran yang akan dikeluarkan jika mereka berteman, Amerika
Serikat berusaha mendekatkan mereka berdua. Misalnya dengan realisasi
kepentingan bersama dalam SAARC (South Association for Regional Cooperation).
Maka kemudian
bagaimanakah dengan geopolitik negara negara kecil di Asia Selatan, seperti
Banglasdesh, Nepal, Sri Lanka, dan Bhutan? Bangladesh menghadapi tantangan
terkait border nya yang berbatasan dengan Myanmar, banyaknya
pengungsi dari Myanmar di wilayah perbatasan tersebut, dan terkait perekonomian
mereka. Sedangkan Sri Lanka memiliki fokus pada upayanya terkait konflik dengan
India atas kebocoran masuknya pengungsi di wilayah Tamil Selatan, terutama
antara 1987 dan 1990. Selanjutnya Nepal, memusatkan perhatian dalam usaha keras
untuk dapat menyaingi kekuatan ekonomi India dengan bantuan Cina terutama.
Kendatipun demikian, tidak dapat dipungkiri kemudian bahwa kenyataan posisi
geopolitiknya India masih jauh lebih besar daripada Nepal. Sehubungan dengan Bhutan,
berpusat pada keinginan untuk membesarkan nama isolasionis, ia merupakan negara
Buddha dengan sistem monarki Buddha dan memiliki signifikansi pekerja imigran,
khususnya dari Nepal (Chapman 2009, 301-302).
Namun hal yang menarik kemudian adalah justru negara-negara
kecil seperti Sri Lanka dan Bhutan lah yang memelopori regionalisme di kawasan
Asia Selatan dan mengajak para kekuatan besar yang sedang berkonflik, seperti
India dan Pakistan untuk bergabung di dalamnya. Salah satunya adalah
pembentukan organisasi regional SAARC (South Asian Association for Regional
Cooperation) yang beranggotakan delapan negara yaitu Afghanistan,
Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, Nepal, Pakistan, dan Srilanka. SAARC
menerapkan mekanisme diplomasi dalam menyelesaikan permasalahan internal maupun
eksternal sebagai upaya pencapaian kepentingan nasional dari negara-negara
anggota (Chapman, 2009: 304). Selain itu, negara-negara kawasan Asia Selatan
juga membentuk SAPTA (SAARC Preferential Trading Arrangement) pada
11 April 1993 dengan mengadopsi instrumen-instrumen perdagangan bebas atas
dasar preferensial (sec.org, t.t.). Tujuan dari SAPTA ini adalah berkomitmen
untuk memperkuat kerjasama ekonomi intra-SAARC dengan memaksimalkan potensi
domestik untuk perdagangan dan pembangunan berdasarkan kepentingan rakyat
dengan berakomodasi dan menghormati prinsip-prinsip kesetaraan, kedaulatan,
kemerdekaan, dan integritas territorial masing-masing negara (sec.org, t.t.).
Perdagangan bebas yang terus dikembangkan tidak hanya intra-regional namun juga
secara eksternal diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Perspektif kedua dalam memandang konsep geopolitik Asia Selatan
dapat dilihat dari sebuah analisa the Political Triangle. Istilah the
Political Triangle dalam interconnected web kemudian
mencoba menjadi jembatan terkait bagaimana kemudian hubungan di Asia Selatan
dapat terbentuk (Chapman 2009, 308). Melalui analisa tersebut diungkapkan bahwa
pola hubungan yang sebelumnya tidak stabil dan kompetitif bisa menjadi sebuah
pola hubungan yang stabil dan berkorporasi. Sebuah studi kasus sederhana yang
ditawarkan oleh Chapman adalah Pakistan, Amerika Serikat, dan India membentuk
sebuah segitiga yang setiap garis penghubungnya dapat saja bernilai positif
(pola hubungan baik) maupun negatif (pola hubungan kompetitif). Pola triangle
tersebut dapat memunculkan empat kemungkinan susunan, yakni + + +, + + -, + -
-, dan - - -. Ketika plus dan minus tersebut dijumlahkan pada
masing-masing susunan, maka hasil yang muncul adalah +, -, +, - (Chapman 2009,
308). Pada susunan kedua misalnya, Pakistan dan India cenderung tidak sejalan
satu sama lain (-), sedangkan Amerika Serikat mencoba menjalin hubungan baik
terhadap keduanya (+ +). Hasil pola yang diciptakan akan negatif dan
cenderung tidak harmonis. Namun ketika kemudian India maupun Pakistan berbalik
dan memaksa Amerika Serikat untuk memilih salah satu dari mereka, maka dapat
saja salah satu hubungan menjadi negatif. Misalnya, ketika AS memilih India,
maka hubungannya dengan Pakistan akan menjadi negatif. Ketika dikalikan, maka
pola hubungan yang tercipta akan berubah menjadi nilai (+). Dari sini dapat
dilihat kemudian sebenarnya, pola hubungan yang stabil dapat tercipta manakala
pihak-pihak yang berkonflik dapat lebih menarik egoisme masing-masing.
Contoh Kasus
Geopolitik di Indonesia adalah Negara Indonesia dan Malaysia sudah sering
kali mengalami ketegangan dalam beberapa masalah konflik antara lain konflik
kebudayaan, sosial dan batas wilayah territorial. Konflik kebudayaan antara
lain pihak Malaysia mengklaim bahwa batik, reog ponorogo dan angklung dll nya
itu merupakan kebudayaan asli mereka. Dalam konteks sosial tenaga kerja kita
yaitu para TKI yang bekerja di Malaysia mengalami penyiksaan disana yang
dilakukan oleh para majikan nya yaitu pihak warga masyarakat Malaysia yang
secara tega menyiksa tenaga kerja Indonesia kita sampai luka-luka dan ada juga
yang sampai meninggal, sungguh ironis jika mendengar kabar itu. Dan satu lagi
konflik tentang batas teritorial, disini pihak Malaysia mengkalaim beberapa
pulau yang berada di daerah Indonesia adalah kepunyaan atau miliki Negara
Malaysia. Terdapat dua buah kasus yang melibatkan tentang batas teritorial
antar kedua Negara ini, yaitu kasus pertama pulau Ambalat dan
yang kedua pulau Sipadan dan Ligitan. Kedua pulau
ini di klaim oleh pihak Malaysia bahwa pulau ini termasuk ke wilayah dalam
Negara Malaysia padahal yang sesungguhnya ke dua pulau ini merupakan bagian
pulau-pulau kecil yang termasuk ke wilayah Indonesia.
Hal yang ingin di bahas lebih lanjut yaitu konflik antar batas
wilayah antara Indonesia dan Malaysia yang melibatkan pulau sipadan dan
ligitan. sengketa Sipadan dan ligitan adalah
persengketaan antara pihak Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua
pulau yang berada di selat makasar yaitu pulau sipadan (luas 50.000
meter2) dengan koordinat 4o6’52.86 N 118o 37’43.52
E dan pulau
ligitan(luas:18.000meter2)dengan koordinat 4o9’N 118o 53’E.
Kronologi Persengketaan antara
Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan
teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan
pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara
lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan
dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata
pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resort parawisata baru yang
dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai
tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak
Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau masih
tidak boleh ditempati atau diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau
ini selesai. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua
pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya. Yang akhirnya pihak Indonesia membawa
permasalahan ini ke jalur hukum mahkamah internasional. Keputusan
Mahkamah Internasional Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan
dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ
mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan
antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu,
Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada
Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu
hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.
Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa
memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim).
Sungguh ironis sekali kita mendengar hasil keputusan itu, kita sebagai Negara
yang besar, Negara kepulauan dan Negara maritim harus kalah dan rela melepaskan
pulau-pulau kecil yang berada di wilayah bangsa ini. Ketiga pulau ini yaitu ambalat,
sipadan dan ligitan harus rela keluar dari Negara kesatuan Replublik
Indonesia (NKRI) tercinta kita ini dan malah masuk ke dalam wilayah
Malaysia yang jelas-jelas bahwa sebenarnya ketiga pulau ini termasuk ke wilayah
Indonesia. Kenapa pihak Malaysia menginginkan ketiga pulau ini? Salah satunya
adalah pihak Malaysia mengincar sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Di ketiga pulai itu masing-masing mengandung berbagai macam mineral dan minyak
bumi. Dan kenapa pula pihak Indonesia ingin tetap mempertahankan ketiga pulau
ini sebagai bagian wilayahnya? Karena Indonesia ingin mempertahankan
pulau-pulau yang dahulunya sudah di bentuk oleh para founding fathers kita
dengan susah payah dalam hal mempertahankan dan merebutnya dari para penjajah
C. Kesimpulan
Geopolitik banyak terjadi di berbagai negara, contohnya adalah negara Indonesia yang sering berhadapan dengan negara Malaysia. Kita sebagai warga Indonesia seharusnya menjaga wilayah atau pulau kita agar tidak dicuri oleh negara lain. Masih banyak warga Indonesia yang menganggap itu sudah biasa. Tetapi kita sebagai warga Indonesia harus tetap siaga apabila suatu negara masuk ke dalam teritorial wilayah Indonesia. Orang yang masuk ke dalam teritorial negara Indonesia harusnya diberi hukuman atau sanksi yang sudah tertera di UUD 1945 atau di hukum negara lain. Agar mereka jera dan tidak melakukannya lagi.
Source by:
-https://id.wikipedia.org/wiki/Geopolitik
-https://zonesupernova.blogspot.co.id/2016/02/contoh-kasus-geopolitik-dan-geostrategi.html
-http://www.siswamaster.com/2016/05/pengertian-geopolitik-dan-peranan-geopolitik.html
-http://ana-maratuthoharoh-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-106068-Geopolitik%20dan%20Geostrategi-Geopolitik%20Timur%20Tengah,%20Asia%20Tenggara%20dan%20Asia%20Selatan.html
Source by:
-https://id.wikipedia.org/wiki/Geopolitik
-https://zonesupernova.blogspot.co.id/2016/02/contoh-kasus-geopolitik-dan-geostrategi.html
-http://www.siswamaster.com/2016/05/pengertian-geopolitik-dan-peranan-geopolitik.html
-http://ana-maratuthoharoh-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-106068-Geopolitik%20dan%20Geostrategi-Geopolitik%20Timur%20Tengah,%20Asia%20Tenggara%20dan%20Asia%20Selatan.html
Komentar
Posting Komentar